Klikudin.com – Hukum Kurban dan aqiqah merupakan ibadah yang sama-sama dilakukan dengan menyembelih hewan ternak, namun dengan niat yang berbeda. Jika seseorang belum aqiqah, bolehkah untuk melaksanakan kurban?
Ahli Fikih Wahbah az-Zuhaili mengatakan dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu, secara etimologis kurban adalah sebutan bagi hewan yang akan disembelih pada Hari Raya Idul Adha. Ibadah ini dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Baca juga: Begini Ketentuan Aqiqah untuk Anak dan Tata Cara Menyembelihnya

Sementara itu, secara etimologis aqiqah artinya rambut di kepala bayi yang baru lahir. Adapun, secara istilah aqiqah adalah menyembelih hewan yang dilakukan karena kelahiran anak pada hari ketujuh kelahirannya.
- Advertisement -
Wahbah Az Zuhaili menjelaskan lebih lanjut, jumhur ulama sepakat bahwa hukum kurban di Hari Raya Idul Adha adalah sunnah bagi setiap orang yang mampu melaksanakannya.
Hal ini bersandar pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Ada tiga hal yang bagi saya hukumnya adalah fardhu sementara bagi kalian sunnah, yaitu salat witir, berkurban, dan mengerjakan salat dhuha,'” (HR Ahmad dalam Musnad-nya, al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Selain itu, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan sabda Rasulullah SAW mengenai kesunnahan ini. “Saya diperintahkan untuk berkurban, sementara bagi kalian hukumnya adalah sunnah.”
Kurban menjadi wajib jika telah dinazarkan sebelumnya. Selain itu, menurut Imam Malik, jika seseorang membeli seekor hewan dengan niat akan dijadikan hewan kurban, maka ia juga dikenai kewajiban berkurban, sebagaimana dijelaskan Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq.
Sementara aqiqah, dalil pelaksanaannya bersandar pada riwayat Samuroh bin Jundub RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya: “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR Ibnu Majah. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ahmad dan lainnya juga meriwayatkan hal yang sama)
Hukum Kurban tapi Belum Aqiqah
Dalam Kitab Fathul Baari karya Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani sebagaimana dinukil Amrullah Pandu Satriawan dalam Hadzihi Ajwibati Fi Masa’ili Ummatin Nabiyyi, dikatakan bahwa orang yang belum aqiqah boleh berkurban dan kurban itu sudah cukup baginya. Ini merupakan pendapat yang berasal dari Qatadah, ia mengatakan, “Barang siapa yang belum aqiqah, maka hewan kurban cukup baginya.”
Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan dari Ibnu Sirin dan Hasan yang mengatakan, “Kurban telah mencukupi dari aqiqah anak.”
Pendapat yang memperbolehkan menggabungkan kurban dan aqiqah ini berasal dari ulama mazhab Hanafi, salah satu pendapat Imam Ahmad, dan beberapa pendapat dari tabi’in seperti Hasan al-Bashri, Muhammad bin Sirrin, dan Qatadah.
Namun, ada pendapat lain menyebut bahwa kurban tidak bisa digabungkan dengan aqiqah atau saling menggantikan keduanya. Ulama yang berpendapat demikian berhujjah bahwa kurban dan aqiqah adalah dua ibadah yang berdiri sendiri, sehingga pelaksanaannya tidak bisa digabungkan.
Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj mengatakan,
“Dzahir pendapat ulama Syafi’iyah bahwa jika seseorang meniatkan satu kambing untuk kurban sekaligus aqiqah maka tidak bisa mendapatkan salah satunya. Dan inilah yang lebih kuat. Karena masing-masing merupakan ibadah tersendiri.”
Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj
Terimakasih sudah membaca artikel ini jangan lupa lihat update kami di google news